Memiliki pacar mungkin hal yang sangat diinginkan
oleh remaja-remaja, ABG-ABG bahkan anak SD yang baru bikin akun media sosial
dengan caption alay mereka yang isinya Anniversary
sehari pacaran ala bocah merasa gede. Siapa sih yang nggak pengen pacar? Dengan
memiliki pacar menjadi kebanggaan tersendiri bagi kalian. Ajang pembuktian
untuk anak muda masa kini ini tak ayal membuat beberapa orang merasa minder
karena nggak laku (bahasanya) sama teman-teman mereka. Malah orang-orang ini
menjadi bahan olok-olok oleh sesama teman mereka.
Pada akhirnya, beberapa orang menjadi ikut-ikutan
cari pacar untuk dipamerkan layaknya sebuah prestasi kepada teman-temannya atau
tongkrongannya. Padahal sudah berprinsip untuk tidak melakukan itu karena ingin
nikah aja gitu, termasuk saya walaupun Alhamdulillah
sudah nggak lagi. Tapi memang faktor eksternal sangat berpengaruh kalau masalah
percintaan tanpa komitmen ini. Memang tidak ada masalah akan hal itu, bahkan
sebesar ingin menikah saja faktor dari luar akan menjadi pertimbangan mengenai
keputusan yang akan putuskan dalam menikah itu. Hanya saja ada yang bisa
memberikan alasan konkret di dalamnya mengapa kalau menikah harus begini begini
begini, namun ada juga yang asal beri komentar saja tanpa bimbingan yang jelas.
Inilah yang menjadikan pacaran sangat marak karena
sedekat orang tua pun juga bisa ikut campur dalam masalah hati kita, baik
mendukung atau menentang. Atau teman yang katanya solid akan juga
memanas-manasi agar kita ikut dalam sesuatu yang sudah lumrah di masyarakat
ini.
Masalah Prinsip
Pernah hampir terjebak di situ dan saya yakin
orang-orang yang berpacaran itu hanya karena terjebak sebuah pola pikir, yakni
nggak pengen sendirian, ingin mengenal lawan jenis buat dijadikan istri lewat
jalur ini sampe dibungkus islami loh. Kalau dari awal sudah tidak memiliki
prinsip ya udah asal ikut aja gara-gara dibandingin sama anak tetangga atau
dibuli sama playboy tongkrongan.
Saya sendiri mengalaminya. Bukan dari keluarga dan
kerabat walaupun sering ada slentingan-slentingan itu, tapi nggak begitu
berpengaruh besar. Yang jadi masalah adalah ketika sudah bareng teman tuh malah
menjadikannya sebagai tantangan bahkan banyak pula yang menjadikannya serendah
perjudian. Tidak semua rasa suka dengan perempuan harus dipraktikkan dengan
pacaran. Namun sudah menjadi kebiasaan di mana pun itu, ketika kalian menyukai
seseorang berarti cara pengungkapannya adalah dengan pacaran.
Itu kenapa kejadian di tangga naik ke lantai 3
selepas pulang sekolah menjadi pengalaman yang terbekas dalam catatan kehidupan
saya dan saya tidak bisa memungkiri itu. Dan kalian tebak sendiri apa yang
terjadi dengan saya waktu? Malu? bahan omongan teman satu sekolah? Cukup berat
menggambarkan situasinya.
Ketika Hampir
Benar
Entah kenapa saya selalu bertanya kepada diri sendiri
mengenai perasaan yang tidak memiliki wadah sah dalam menampung segala emosi
yang hampir jebol sedikit lagi ini. Sebagai seorang muslim, saya tidak ingin
pacaran, TTM (Teman Tapi Mesra) atau apapun istilahnya menjadi sebuah penampungnya.
Tapi saya sendiri terlalu bermudah-mudahan dalam memanfaatkan indra penglihatan
sebagai terbentuknya love at the first
side, sehingga gampang sekali tertarik dengan paras kaum Hawa yang selalu
mampir di beranda media sosial, perjalanan menuju tempat kerja atau sekadar
jalan santai mencari angin.
Hingga pada 2019, saya memutuskan untuk
menjanjikan sebuah lamaran yang mengikat terhadap seseorang waktu itu. Dan lagi-lagi,
peristiwa pada tempo belakangan terjadi kembali. Mungkin cara saya yang salah
karena belum tau ilmunya atau mungkin juga saya tidak terlalu peka akan keadaan
sebenarnya yang saya kira akan lancar ternyata hanya kembali mengulang kesalah
yang sama. Lagi dan lagi.
Begitu pun ketika mendapatkan gawean pertama setelah lulus, kebiasaan mata ini masih sering tidak
terkontrol. Akhirnya sebuah hal yang saya praktiknya tahun 2019 lalu hampir
saya praktikkan. Hanya saja saya terlalu pasif dan masih banyak keraguan sampai
orang lain yang mampu dengan sempurna mengambil kesempatan itu. Membangun bahtera
megah untuk melanjutkan perjalanan berat dengan saling support satu sama lain. Dan saya selayaknya terdampar di pulau
kecil. Berjuang sekali lagi bertahan hidup dengan cara saya sendiri dengan
segala marabahaya yang menghadang di depan.
Ada Hal Lain
Saya masih terluntang-lantung dalam perjuangan
hidup ini. Hanya mondar-mandir kebingungan mau ngapain. Seperti sedang main game survivor. saya diajari untuk
meningkatkan diri lagi, meng-upgrade
beberapa tools yang akan menopang
lagi kebutuhan dan keperluan. Sampai suatu saat semua hal yang saya tinggalkan
tidak terlantar atau yang ingin saya mulai sudah ada persiapannya.