Kamis, 01 Februari 2024

Alasan Dibalik Kesendirian Diri

Memiliki pacar mungkin hal yang sangat diinginkan oleh remaja-remaja, ABG-ABG bahkan anak SD yang baru bikin akun media sosial dengan caption alay mereka yang isinya Anniversary sehari pacaran ala bocah merasa gede. Siapa sih yang nggak pengen pacar? Dengan memiliki pacar menjadi kebanggaan tersendiri bagi kalian. Ajang pembuktian untuk anak muda masa kini ini tak ayal membuat beberapa orang merasa minder karena nggak laku (bahasanya) sama teman-teman mereka. Malah orang-orang ini menjadi bahan olok-olok oleh sesama teman mereka.

Pada akhirnya, beberapa orang menjadi ikut-ikutan cari pacar untuk dipamerkan layaknya sebuah prestasi kepada teman-temannya atau tongkrongannya. Padahal sudah berprinsip untuk tidak melakukan itu karena ingin nikah aja gitu, termasuk saya walaupun Alhamdulillah sudah nggak lagi. Tapi memang faktor eksternal sangat berpengaruh kalau masalah percintaan tanpa komitmen ini. Memang tidak ada masalah akan hal itu, bahkan sebesar ingin menikah saja faktor dari luar akan menjadi pertimbangan mengenai keputusan yang akan putuskan dalam menikah itu. Hanya saja ada yang bisa memberikan alasan konkret di dalamnya mengapa kalau menikah harus begini begini begini, namun ada juga yang asal beri komentar saja tanpa bimbingan yang jelas.

Inilah yang menjadikan pacaran sangat marak karena sedekat orang tua pun juga bisa ikut campur dalam masalah hati kita, baik mendukung atau menentang. Atau teman yang katanya solid akan juga memanas-manasi agar kita ikut dalam sesuatu yang sudah lumrah di masyarakat ini.

Masalah Prinsip

Pernah hampir terjebak di situ dan saya yakin orang-orang yang berpacaran itu hanya karena terjebak sebuah pola pikir, yakni nggak pengen sendirian, ingin mengenal lawan jenis buat dijadikan istri lewat jalur ini sampe dibungkus islami loh. Kalau dari awal sudah tidak memiliki prinsip ya udah asal ikut aja gara-gara dibandingin sama anak tetangga atau dibuli sama playboy tongkrongan.

Saya sendiri mengalaminya. Bukan dari keluarga dan kerabat walaupun sering ada slentingan-slentingan itu, tapi nggak begitu berpengaruh besar. Yang jadi masalah adalah ketika sudah bareng teman tuh malah menjadikannya sebagai tantangan bahkan banyak pula yang menjadikannya serendah perjudian. Tidak semua rasa suka dengan perempuan harus dipraktikkan dengan pacaran. Namun sudah menjadi kebiasaan di mana pun itu, ketika kalian menyukai seseorang berarti cara pengungkapannya adalah dengan pacaran.

Itu kenapa kejadian di tangga naik ke lantai 3 selepas pulang sekolah menjadi pengalaman yang terbekas dalam catatan kehidupan saya dan saya tidak bisa memungkiri itu. Dan kalian tebak sendiri apa yang terjadi dengan saya waktu? Malu? bahan omongan teman satu sekolah? Cukup berat menggambarkan situasinya.

Ketika Hampir Benar

Entah kenapa saya selalu bertanya kepada diri sendiri mengenai perasaan yang tidak memiliki wadah sah dalam menampung segala emosi yang hampir jebol sedikit lagi ini. Sebagai seorang muslim, saya tidak ingin pacaran, TTM (Teman Tapi Mesra) atau apapun istilahnya menjadi sebuah penampungnya. Tapi saya sendiri terlalu bermudah-mudahan dalam memanfaatkan indra penglihatan sebagai terbentuknya love at the first side, sehingga gampang sekali tertarik dengan paras kaum Hawa yang selalu mampir di beranda media sosial, perjalanan menuju tempat kerja atau sekadar jalan santai mencari angin.

Hingga pada 2019, saya memutuskan untuk menjanjikan sebuah lamaran yang mengikat terhadap seseorang waktu itu. Dan lagi-lagi, peristiwa pada tempo belakangan terjadi kembali. Mungkin cara saya yang salah karena belum tau ilmunya atau mungkin juga saya tidak terlalu peka akan keadaan sebenarnya yang saya kira akan lancar ternyata hanya kembali mengulang kesalah yang sama. Lagi dan lagi.

Begitu pun ketika mendapatkan gawean pertama setelah lulus, kebiasaan mata ini masih sering tidak terkontrol. Akhirnya sebuah hal yang saya praktiknya tahun 2019 lalu hampir saya praktikkan. Hanya saja saya terlalu pasif dan masih banyak keraguan sampai orang lain yang mampu dengan sempurna mengambil kesempatan itu. Membangun bahtera megah untuk melanjutkan perjalanan berat dengan saling support satu sama lain. Dan saya selayaknya terdampar di pulau kecil. Berjuang sekali lagi bertahan hidup dengan cara saya sendiri dengan segala marabahaya yang menghadang di depan.

Ada Hal Lain

Saya masih terluntang-lantung dalam perjuangan hidup ini. Hanya mondar-mandir kebingungan mau ngapain. Seperti sedang main game survivor. saya diajari untuk meningkatkan diri lagi, meng-upgrade beberapa tools yang akan menopang lagi kebutuhan dan keperluan. Sampai suatu saat semua hal yang saya tinggalkan tidak terlantar atau yang ingin saya mulai sudah ada persiapannya.

Share: